Salah satu tujuan
pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja
perekonomian agar
mampu menciptakan lapangan kerja
dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia.
Salah satu
sasaran pembangunan
nasional adalah menurunkan
tingkat kemiskinan.
Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi,
sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang
merupakan
permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional.
Kemiskinan adalah suatu situasi dimana pendapatan tahunan individu disuatu kawasan tidak memenuhi standar
pengeluaran minimum yang di
butuhkan individu untuk dapat hidup layak dikawasan tersebut. Individu
yang hidup dibawah standar
pengeluaran minimum tersebut tergolong miskin.
ketika perekonomian berkembang di suatu kawasan, terdapat lebih banyak pendapatn untuk
dibelanjakan, yang jika terdistribusi dengan baik diantara
penduduk kawasan tersebut akan mengurangi kemiskinan. Dengan kata lain secara teoritis pertumbuhan ekonomi
memainkan peranan penting
dalam mengatasi masalah
penurunan
kemiskinan.
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak
mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang
dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti sempit, kemiskinan dipahami sebagai
keadaan kekurangan uang dan
barang untuk menjamin kelangsungan hidup.
Dalam arti
luas, kemiskinan
adalah suatu intergrated concept
yang memiliki
lima
dimensi,
yaitu:
1)
kemiskinan
(proper),
2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (stateof emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Menurut BPS (2011), dan BPS dan Word Bank,
2007 seseorang masuk dalam kriteria miskin jika
pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan.
Tingkat kemiskinan
di
Indonesia pada periode tahun
2002
hingga tahun 2010 mengalami kecenderungan yang menurun, seperti terlihat pada Gambar 1.1.
diatas. Pada periode tahun 2002 sampai 2005 tingkat kemiskinan penurunan dari sebesar 18,2% pada tahun 2005 menjadi 15,9% pada tahun 2005.
Namun di tahun
2006
kenaikan tingkat
kemiskinan relatif
tinggi menjadi 17,8%; hal ini dikarenakan harga barang-barang kebutuhan pokok
selama periode tersebut naik tinggi,
yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 %, akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun
penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser
posisinya menjadi miskin. Terjadi penurunan tingkat kemiskinan yang
cukup signifikan pada
periode tahun 2006 hingga 2010,
dari 17,8% di tahun 2006 menjadi 13,3 % di tahun 2010 (BPS, 2011).
Penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Ketiga, kemiskinan, muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius. Pemerintah sudah melakukan berbagai macam program penanggulangan kemiskinan antara lain IDT (Inpres Desa Tertinggal), P2SDT, PPK, P2KP, PDMDKE, PARUL dan PESM .
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar disetiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin. Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja yaitu sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal.
Penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Ketiga, kemiskinan, muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius. Pemerintah sudah melakukan berbagai macam program penanggulangan kemiskinan antara lain IDT (Inpres Desa Tertinggal), P2SDT, PPK, P2KP, PDMDKE, PARUL dan PESM .
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar disetiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin. Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja yaitu sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal.
Perekonomian saat ini sudah
semakin
pulih,
yang di
tunjukkan semakin membaiknya
kondisi makro ekonomi nasional, namun masih banyak permasalahan permasalahan mendasar tentang belum tertangani secara berarti.masalah relatif
tingginya angka kemiskinan merupakan masalah
kritikal yang memerlukan perhatian khusus. Beberapa tahun terakhir,jumlah penduduk miskin menunjukkan peningkatan, yang
di karenakan belum
optimalnya pertumbuhan ekonomi.selama beberapa
tahun terakhir terjadi
kesenjangan yang
signifikan antara desa dan kota, dimana tingkat kemiskinan didesa
selalu lebih besar dari kemiskinan di kota
relatif
persistennya kemiskinan di pedesaan
berarti
bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi
belum dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.
Gambar dibawah ini menunjukkan bahwa tahun 2004 laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2005 yaitu dari 2,7% menjadi 4,8%. Tetapi pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 2,1%.
Gambar dibawah ini menunjukkan bahwa tahun 2004 laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2005 yaitu dari 2,7% menjadi 4,8%. Tetapi pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 2,1%.
Dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami peningkatan dari 2,1% menjadi 4.3%, dan selanjutnya pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 1,6%. Peningkatan atau penurunan laju pertumbuhan ekonomi ini diikuti dengan kecenderungan penurunan atau peningkatan penduduk miskin dari tahun ke tahun. Jika laju pertumbuhan ekonimi mengalami peningkatan maka tingkat kemiskinan akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya jika laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan maka akan diikuti peningkatan kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, laju pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari 2,1% menjadi 4,3%, ini diikuti dengan penurunan tingkat kemiskinan dari 17,8% menjadi 15,4%.
Inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus, atau bisa juga disebut gejala ketidakseimbangan antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia, jumlah uang yang beredar lebih besar dibanding dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia. Kemiskinan merupakan masalah ekonomi global paling mendesak saat ini, terutama di negara-negara berkembang. Di Indonesia, jumlah orang miskin tidak banyak berkurang dalam tiga puluh tahun terakhir. Dalam kurun waktu yang panjang teresebut, jelas sekali bahwa pengentasan kemiskinan belum mencapai hasil yang diharapkan. Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya hambatan dalam struktural dalam perekonomian.
Gambar di atas menunjukkan bahwa dari tahun 2006 ke tahun 2007 inflasi di Indonesia
mengalami peningkatan dari
0,47%
menjadi
6,01%. Dan selanjutnya mengalami penurunan sampai dengan tahun 2009 menjadi 0,78%. Tetapi pada tahun 2010 inflasi di Indonesia mengalami kenaikan lagi menjadi 1,12%. Tingkat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi di tingkat kesempatan kerja yang
pada Indonesia akan akhirnya akan mempengaruhi pada tingkat pengangguran.
Tingkat kesempatan kerja merupakan
rasio antara jumlah
penduduk yang
bekerja terhadap jumlah angkatan kerja . Nilai rasio ”kesempatan kerja” tersebut dalam pengertian adanya ”lowongan kerja”, tetapi indikator ini dimaskudkan untuk merefleksikan tingkat penyerapan
terhadap angkatan
kerja.
Hampir semua negara di dunia ini termasuk indonesia tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup menampung angkatan kerjanya. Bukan hanya negara berkembang yang tidak mampu menyediakan lapangan kerja, tetapi juga negara-negara maju. Kurangnya lapangan pekerjaan merupakan masalah yang harus di tangani dengan sungguh-sungguh alasannya, bekerja atau tidak bekerjanya seseorang berhubungan langsung dengan kesempatan orang mencari nafkah. Kesempatan kerja adalah tersedianya lapangan kerja bagi angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan. Semakin sedikitnya kesempatan kerja maka akan meningkatkan pengangguran. Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru. Sedangkan tingkat pengangguran adalah perbandingan antara jumlah pengangguran dan jumlah angkatan kerja dalam bentuk presentase. (Indriamadia, 2011).
Pasca krisis pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun
2000
sebesar 4.92%, ternyata
kondisi ini belum mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap tambahan angkatan kerja yang
muncul sekitar 2,5 juta setiap,
akibatnya jumlah
pengangguran meningkat, sebesar 9,76 juta orang tahun 2001-2004. Lambatnya pertumbuhan
ekonomi dan meningkatnya jumlah
pengangguran mengakibatkan
jumlah penduduk
miskin belum dapat
diturunkan setelah pasca krisis, tercatat bahwa
tahun 2002 penduduk
miskin sebesar 38,4 juta jiwa
dimana angka
ini lebih besar jika dibandingkan sebelum
krisis, yaitu
sebesar 34,5 juta jiwa pada tahun 1996
(BPS, 2002).
Refrensi:
Criswardani Suryawati, 2005. Memahami Kemiskinan Secara
Multidimensional. http://www.jmpk-online.net/Volume_8/Vol_08_No_03_2005.pdf. [tanggal Akses: 1 Juni
2012]
Datrini, Luh Kade. 2009. Dampak Investasi dan Tenaga
Kerja Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Serta Pengaruhnya Terhadap Tingkat Kinniskinan di Provinsi
Bali. Jurnal Sarathi. Vol. 16 No. 3 Oktober 2009.
Faisal Basri
dan
Haris Munandar. 2009.
Lanskap Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana Predana Media Group.
Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti. 2008. Dampak
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan
Jumlah
Penduduk Miskin. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAK3.pdf. [tanggal akses : 1 Juni 2012].
Yanti Nurfitrii. 2011. pengaruh pertumbuhan ekonomi,inflasi dan kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di indonesia tahun 1999-2009.
Yanti Nurfitrii. 2011. pengaruh pertumbuhan ekonomi,inflasi dan kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di indonesia tahun 1999-2009.
No comments:
Post a Comment
Ayo yang mau berkomentar,, supaya bisa saya perbaiki dan nambah inspirasi.. hhee