Monday, October 17, 2011

Belajar Etika (Mulai dari Filsafatnya) Mengenal Filsafat Etika

Alkisah, seorang gadis cantik tengah dilanda kebingungan. Betapa tidak, ia dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit. Kalau memilih pilihan pertama, ia tidak sampai hati mengabaikan pilihan kedua.
Namun, seandainya ia memilih yang kedua, ia pun tidak tega untuk meninggalkan pilihan pertama. Kedua pilihan tersebut sama baiknya, sama bermanfaatnya, nyaris sama bobotnya, namun bertolak belakang. Pilihan pertama, ia harus menikah dengan lelaki pilihan orangtuanya.
Lelaki ini tidak sembarangan, ia mapan, pintar, taat beragama, lumayan ganteng, dan berasal dari keluarga terhormat pula. Orangtua si gadis tidak memberi alternatif lain, selain ia harus menikah dengan pilihan mereka.
Padahal, pada saat yang bersamaan, si gadis sudah memiliki calon yang sangat dicintainya. Walau tidak semapan lelaki pertama, ia sudah merasa cocok dengan pilihannya tersebut. Bahkan, di antara mereka sudah terucap janji setia untuk segera melangkah ke pelaminan.
Pilihan manakah yang terbaik? Kedua-duanya terlihat baik. Menikah adalah kebaikan, bernilai ibadah malah, patuh kepada orangtua pun juga baik. Namun, pada sisi lain, memegang teguh janji yang sudah terucap tidak kalah pula kebaikannya. Sudah cukup dikatakan buruk ketika seorang kekasih mengkhianati kekasihnya!
 
Sejatinya, si gadis cantik dalam kisah ini, tengah mengalami permasalahan etika. Ia dituntut untuk memilih dua hal yang sama baiknya, sama etisnya, akan tetapi saling bertentangan sehingga salah satu di antaranya harus dikorbankan. Dengan demikian, manakah yang terbaik?
Apakah baik mengkhianati cinta demi berbakti kepada orangtua? Atau, mengorbankan perasaan orangtua demi membahagiakan sang kekasih?
Pada hakikatnya, sejak dahulu hingga sekarang, manusia senantiasa bertanya tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Betapa tidak, selama hidupnya ia selalu di hadapkan pada pilihan-pilihan etis yang seringkali tidak bisa dijawab oleh agama dan ilmu pengetahuan.
Inilah yang kemudian melahirkan sebuah aliran dalam filsafat yang disebut filsafat etika. Sederhananya, etika adalah sebuah aliran filsafat yang berusaha memecahkan persoalan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk.

Dalam sejarah perkembangan ilmu, aliran etika merupakan aliran pertama dalam filsafat, dengam Socrates -sang mahaguru para filsuf- sebagai pelopornya. Ada dua pertanyaan penting yang mendasari filsafat etika, yaitu:
1.    Apa yang dimaksud hidup yang baik itu? What is the good life? 
2.    Bagaimana kita bertingkah laku? How should we act?
Pada perkembangan selanjutnya, pembahasan dalam filsafat etika berkutat pada tiga “rukun iman” yang senantiasa ada dalam sebuahperbuatan, sebagai jawaban dari dua pertanyaan inti tersebut, yaitu:
1.    Pelaku atau orang yang melakukan tindakan (agent)
2.    Tindakan atau kelakuan (deontologis)
3.    Akibat dari perbuatan tersebut (effect)
Apa maksudnya? Menurut para penganut rukun yang pertama, sesuatu itu dikatakan baik dan benar kalau dilakukan oleh orang-orang yang baik. Jadi, baik dan buruk sangat ditentukan oleh pelaku atau subjek.
Rukun pertama etika ini kemudian melahirkan aliran-aliran dalam etika, di antaranya legalisme (etika hukum), bahwa baik dan buruk ditentukan sepenuhnya oleh hukum.
Hal ini berbeda dengan penganut rukun etika yang kedua. Menurut mereka baik dan benar sangat didasarkan pada tindakan atau perbuatan itu sendiri, bahwa perbuatan yang baik itu sudah baik dari sananya, terlepas dari siapa pelakunya dan apa akibatnya.
Berlaku jujur itu adalah baik dan ia tidak bisa diganggu gugat. Menolong orang itu merupakan sebuah kebaikan, baik itu dilakukan oleh seorang pencuri maupun seorang kiai.
Rukun kedua etika ini kemudian melahirkan beberapa aliran etika, semacam virtue ethics yang menyatakan bahwa benar dan salah itu didasarkan pada perbuatan-perbuatan yang bisa membawa orang menjadi lebih baik.
Adapun menurut rukun etika yang ketiga, baik dan benarnya suatu perbuatan didasarkan pada akibat yang ditimbulkannya. Suatu perbuatan dianggap baik apabila membawa akibat (konsekuensi) yang baik dan menguntungkan.
Sebaliknya, suatu perbuatan dianggap buruk apabila membawa akibat yang buruk dan tidak menguntungkan -baik bagi diri sendiri maupun orang banyak. Rukun etika yang ketiga ini melahirkan aliran-aliran semacam egoisme, emotivisme, hedonisme.
Ketiganya menekankan pada kebaikan, kepuasan diri, dan utilitarianism yang menyatakan bahwa suatu perbuatan disebut baik kalau membawa manfaat bagi sebanyak-banyaknya orang. 

Refrensi:

No comments:

Post a Comment

Ayo yang mau berkomentar,, supaya bisa saya perbaiki dan nambah inspirasi.. hhee